ICMINEWS- Ketua Dewan Penasehat Pusat Ikatan Cendekiawan Muslim
se-Indonesia (ICMI) Muhammad Jusuf Kalla akan menerima Anugerah Gelar
Doktor Kehormatan di bidang hukum dari Universitas Andalas (Unand).
Gelar tersebut akan diserahkan pada 5 September 2016 di Auditorium
Unand, Kampus Limau Manis.
Wakil
Presiden RI tersebut dinilai tim promotor yang terdiri atas Prof Dr
Saldi Isra SH MH (Ketua), Prof Dr Todung Mulya Lubis SH MH, dan Prof Dr
Elwi Danil SH MH, punya peran yang besar dalam bidang hukum, khususnya
Hukum Pemerintahan Daerah.
Kepala
Subbagian Humas dan Protokol Unand, Eriyanti, mengatakan ada empat
dasar pemikiran tim promotor dalam mengusulkan gelar kehormatan
tersebut.
Pertimbangan pertama, JK berperan dalam Pembentukan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan RI.
Pertimbangan pertama, JK berperan dalam Pembentukan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan RI.
“Di
sini Tim Promotor menjelaskan bagaimana JK mulai menonjol dalam
persidangan MPR. Sebagai Utusan Daerah ternyata JK dapat terpilih
sebagai Ketua Komisi D dalam Sidang Istimewa MPR RI tahun 1998,
sedangkan Komisi lain dipimpin oleh anggota MPR yang berasal dari DPR,”
kata Eriyanti.
Ketika
berlangsung sidang di PAH II Badan Pekerja MPR, Jusuf Kalla mulai
mewacanakan soal otonomi daerah. Akhirnya, Komisi D Sidang Istimewa MPR
1998 secara khusus membahas rancangan Ketetapan MPR tentang
penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat
dan daerah.
Dikutip dari laman Harianhaluan.com, pertimbangan kedua, JK memulai misi damai pemulihan pemerintahan Aceh pasca gagalnya Cessation of Hostalities Famework Agreement (COHA) dan Joint Council di
Tokyo 2003. Selama menjabat sebagai Menko Kesra, pada masa Presiden
Megawati Soekarno Putri, gejolak dengan segala latar belakang menjadi
perhatian Jusuf Kalla. Misalnya, sejarah Negeri ini mencatat peran
penting Jusuf Kalla dalam menyelesaikan gejolak daerah kasus berdimensi
SARA di Ambon dan Poso.
Setelah
mengambil peran sentral dalam perdamaian kedua daerah konflik di
kawasan timur Indonesia, Jusuf Kalla mengambil inisiatif untuk memulai
langkah memulihkan pemerintahan di Aceh. Langkah ini dilakukan karena
upaya melalui Cessation of Hostalities Famework Agreement (COHA) dan pertemuan joint council tahun 2003 yang dilaksanakan di Tokyo jauh dari berhasil.
“Pertimbangan
ketiga adalah Perundingan Helsinki dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh, dan yang keempat adalah membumikan
Desentralisasi Asimetris demi Meneguhkan NKRI,” ujar Eriyanti.*** (T/CH)