Oleh: Maksis Sakhabi
Sejak reformasi bergulir di tahun 1998, Pers Nasional mendapatkan dampak positif terhadap kebebasan ruang geraknya dalam mengungkap fakta dan realita serta menyuguhkan informasi kepada masyarakat Indonesia. Mewujudkan Pers nasional yang bebas-aktif memang bukan perkara mudah dan harus menempuh perjalanan panjang menembus ruang dan waktu. Betapa tidak, dahulu Pers memiliki keterbatasan cakupan dalam mewujudkan alam demokrasi di Indonesia, Pers dipaksa harus sejalan dengan pemangku kebijakan, kelompok kepentingan dan siapa saja yang punya hubungan khusus dengan penguasa.
Keluar dari itu, Pers dipastikan
tidak menemukan jalan kebahagiaan bagi perkembangannya, justeru akan terjadi
sebaliknya, usianya tidak akan lama lagi dan spontan akan dihentikan
keberadaannya atau dulu dikenal istilah diberedel.
Wajah Pers kini seharusnya menyuguhkan raut wajah yang segar, memancarkan
cahaya harapan publik dan memastikan keadaan baik-baik saja, karena Pers bisa
menjadi paling tau keadaan, maka harapan publik sangat menaruh kepadanya.
Saat ini, hampir 47 ribu portal
media online tumbuh subur di Indonesia, keberadaannya tentu saja tidak hanya
sekedar akan menjadi pelengkap media saja melainkan perannya untuk memperkuat
demokrasi di Indonesia. Bahwa kebebasan berpendapat yang mendapat jaminan UU
No.39 Tahun 1999 harus diperkuat oleh Pers. Maka dengan demikian Pers akan nampak
keberadaannya untuk pro demokrasi.
Pada tahun 1985, Presiden
Soeharto menetapkan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional karena pada saat itu lahir
pula organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Namun dalam perjalanannya,
pers ketika itu tak semudah hari ini, tak cukup banyak memiliki ruang untuk
bergerak mengungkap fakta dan realita. Pemberitaannya lebih dominasi diseminasi
pembangunan kala itu.
Saat ini kita berada dalam alam
segar bebas yang membuat Pers nasional harus menunjukkan kedaulatannya berpihak
kepada rakyat. Pers nasional mestinya akan mampu menjaga martabat
independensinya di hadapan rakyat dan konstitusi. Jika pun hari ini kita
mendengar sejumlah konglomerat menguasai perusahaan media, bukan berarti Pers
dengan segala fungsinya runtuh dan bertekuk pada tujuan bisnis.
Ujian pers terletak disini,
dimana konglomerasi media menjadi trend baru pada bisnis bidang media. Tentu sang
pemilik perusahaan media akan turut menyetir kemana arah medianya melangkah.
Namun hal yang harus disadari dan dipahami oleh insan pers disini bahwa Pers
berbeda dengan bisnis media, Pers harus menjalankan misi kebebasan berpendapat
dan bisnis media hanya bertumpu pada hasil bisnis yang melibatkan dunia
jurnalistik. Maka, sebuah konsistensi pers akan diuji pada tataran afiliasi dan
bisnisnya. Namun insan pers harus matang dalam bertindak, tugasnya bukan
sekedar memajukan perusahaan medianya namun juga memajukan iklim demokrasi di
Indonesia yang selama ini masyarakat berharap besar pada pers nasional yang
berimbang dan pro kepentingan rakyat.
Pers nasional harus menjadi
mata-mata rakyat dalam mengungkap kebenaran dan realitas yang terjadi. Dalam
banyak persoalan di negeri ini, pers belum menunjukkan konsistensinya yang
menyeluruh bahwa pers adalah milik rakyat. Maka tak heran, jika satu persoalan
sedang diungkap oleh insan pers, muncul pro-kontra di kalangan per situ sendiri,
seolah-olah yang satu memihak kemana dan yang satu ada di mana.
Pers nasional sejatinya harus
menjadi satu pandangan dalam mengungkap fakta dan kebenaran, tak peduli dengan
pemilik medianya, apalagi jikalau ada afiliasi politik tertentu, akan semakin
tidak menentu pers membawa harapan publik, yang ada adalah kepentingan
kelompok. Ini yang selama ini ditakuti oleh berbagai kalangan masyarakat, jika
pers sudah menjadi alat politik maka siapa yang akan bersama rakyat dalam
memperjuangkan kepentingan rakyat.
Kemudian, ada satu harapan
sepanjang masa yaitu Pers nasional harus memperkuat demokrasi. Iklim politik di
negeri ini sedang dalam keadaan tak menentu. Sikap politisi, pemimpin politik
masih sedang membuat daftar kepentingan prioritas yang harus dicapai, dan bisa
saja mengabaikan kepentingan urusan orang banyak. Maka dari itu, Pers nasional
harus meyakinkan publik dengan kemampuannya mengungkap fakta dan realitas
sekaligus penyampai lidah rakyat harus berpihak pada kepentingan orang banyak.
Independensi pers menjadi hal
yang dinilai oleh banyak orang. Kepentingan apapun yang ada, jika independensi
ini terus dipertahankan maka kualitas kepercayaan publik terhadap pers akan
baik-baik saja, namun sebaliknya jika independensi tergadaikan oleh kepentingan
konglomerasi dan bahkan kepentingan politiknya maka akan terjadi distrust yang tidak main-main dari
masyarakat terhadap pers.
Mari sejak saat ini kita saling bergandeng tangan, menguatkan demokrasi bersama pers nasional. Beritakan apa yang seharusnya menjadi kepentingan publik, tak hanya sekedar memberitakan yang mencitrakan seseorang. Pers nasional akan semakin tumbuh kuat jika selalu beriringan dengan kepercayaan masyarakat. Dirgahayu Pers Nasional, semakin terbuka dan independen Pers Indonesia.