Ocit Abdurrosyid Siddiq, MA
(Anggota Dewan Pakar ICMI Orda Kab. Tangerang)
Di beberapa group WhatsApp, tayangan itu disertai dengan caption yang menyebutkan bahwa “Astaghfirullah, orang muslim disuruh sujud ke orang Cina. Ini kelakuan Cina arogan, yang hidup numpang di Indonesia, memperlakukan pribumi sebagai pemilik tanah airnya, tidak manusiawi”.
Lanjutnya, “Kasus Gloria, video ini sebelumnya belum pernah beredar. Sekarang sudah tahu kan betapa arogannya Ivan ini? Anak orang disuruh merangkak dan menggonggong hanya karena anaknya diolok-olok pudel. Semoga kasusnya tetap lanjut sebagai pembelajaran supaya tidak ada lagi preman masuk wilayah sekolah”.
Pada bagian akhir disebutkan “Ingat warga Cina PKI tahun 2030 ingin menjadi etnis nomor 3 terbesar di Indonesia, setelah suku Jawa dan Sunda. Anak cucu dan cicit kalian akan dijadikan gembel oleh etnis Cina”.
Lalu, jreng jreng, seperti biasa, informasi yang belum jelas kebenarannya itu kemudian menuai serapah dari anggota lainnya. Saling sahut menyahut untuk menambah “bumbu” seolah agar berita itu bisa memantik kemarahan muslim lainnya. Dan konyolnya, berhasil.
Dan seperti biasa juga, saya mencoba melakukan penelusuran atas informasi dimaksud. Karena perkara “orang muslim disuruh sujud ke orang Cina” ini adalah perkara serius, yang bisa menjadi masalah besar kalau memang benar.
Dari beberapa portal media mainstream yang saya telusuri seperti Pikiran Rakyat Surabaya, Suara Merdeka Surabaya, dan Detikcom, didapat informasi pembanding bahwa ternyata peristiwa itu terjadi pada hari Senin, 21 Oktober 2024 di Surabaya. Tepatnya di depan SMA Kristen Gloria 2 Surabaya.
Seorang wali murid dari sekolah lain bernama Ivan, mendatangi SMA Kristen Gloria 2 Surabaya untuk menemui siswa bernama inisial I, yang diduga melakukan penghinaan dengan menyebut anaknya yang bernama inisial EMS, siswa SMA Kristen Cita Hati sebagai “seperti pudel”.
Ejekan itu diduga dilakukan pada saat kedua sekolah Kristen itu bertemu dalam sebuah pertandingan basket di salah satu mall di Surabaya. Si inisial I yang adalah siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya diduga mengejek si inisial EMS siswa SMA Kristen Cita Hati dengan sebutan pudel.
Ivan yang adalah orangtua dari inisial EMS kemudian mendatangi inisial I di sekolahnya. Lalu terjadilah peristiwa yang kemudian viral itu, yang disebutkan sebagai “orang muslim disuruh sujud ke orang Cina” itu.
Hadeueueuh, gegara minim literasi dan kurang piknik, eh kurang baca, akhirnya polemik sesama orang Tionghoa, perseteruan sesama Kristen, didramatisasi menjadi muslim sujud ke Cina. Bawa-bawa PKI lagi!
Lalu, apakah dengan menyajikan data dan fakta pembanding ini, lantas bermakna bahwa saya mendukung dan atau membela Tionghoa dan Kristen? Bukan di situ persoalannya. Tapi saya ingin mengajak bahwa atas sebuah informasi jangan dibiasakan serampangan berbagi sebelum didapatkan kebenarannya.
Kan ada sebuah nasehat bijak bagi kita manakala kita mendapatkan sebuah informasi. Selain biasakan dulu untuk tabayun atau konfirmasi, pikirkan juga apakah informasi itu benar, apakah informasi itu baik, dan apakah informasi itu bermanfaat, sebelum informasi itu disebarkan dan dibagikan.
Pan dalam kitab suci juga disebutkan bahwa “Jangan karena engkau tidak suka pada suatu kaum, membuat engkau tidak bisa berlaku adil pada kaum itu”. Sederhananya, bila kita tidak suka, itu boleh. Bahkan hak. Tapi bila karena tidak suka lantas merasa absah menebar fitnah, itu salah.
Pun bila kita tidak suka pada orang Tionghoa, itu boleh. Bila kita juga merasa tidak suka dengan penganut agama Kristen, juga boleh. Bahkan benci pada PKI, itu juga tidak dilarang. Walau rasa tidak suka dan benci itu mestinya memiliki alasan.
Tapi, sekali lagi tapi, jangan karena kita tidak suka dan benci pada seseorang dan atau pada suatu kaum, jangan sampai membuat kita tidak bisa berlaku adil, yang dimanifestasikan dalam bentuk menyebar dan membagikan kabar bohong atau hoax.
Buktinya, dengan kehati-hatian dalam mencecap sebuah informasi dengan cara mencari data pembanding, akhirnya terbukti bahwa yang disebut dengan “orang muslim disuruh sujud ke orang Cina” itu, ternyata polemik sesama orang Tionghoa dan perseteruan sesama orang Kristen!
Belakangan ini beredar tayangan video yang menunjukkan adanya penangkapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap beberapa orang yang diduga warga negara asing. Tayangan itu kemudian disertai dengan caption sebagai berikut :
“Penggrebekan jaringan narkoba internasional di Pantai Indah Kapuk. Disita uang tunai 1,3 triliun, 62 pelaku warga negara Cina, 1 ton sabu, 500 ribu butir pil ekstasi. Dampak Pantai Indah Kapuk 1 dan 2, sebagai terminal dan gudang narkoba dan sangat berbahaya, ada negara dalam negara. Sebarkan biar tahu rakyat Indonesia!”.
Setelah ditelusuri dengan cara mencari info pembanding dari portal media online nasional, ternyata didapat fakta bahwa itu tayangan video pada Maret 2017, atau lebih dari 7 tahun lalu, ketika aparat penegak hukum melakukan penangkapan atas kejahatan cyber crime atau kejahatan siber asal Taiwan.
Penangkapan itu bukan kejahatan tentang peredaran sabu, dan bukan terjadi di PIK. Bisa jadi, tergopoh mengaitkan tayangan itu dengan PIK, karena belakangan ini sedang santer penolakan atas rencana pembangunan PIK yang digadang-gadang sebagai Program Strategis Nasional oleh pemerintah.
Saking tidak sepakatnya dengan PIK berbungkus PSN ini, sampai-sampai kejadian 7 tahun lalu didramatisasi sebagai kejahatan yang berkaitan dengan pembangunan PIK. Boleh kita tidak sepakat dengan PIK. Tapi jangan pula beralas pada data yang salah. Sialnya, tayangan hoax itu dibagi dan dikirim secara berulang pada group yang sama.
Keledai saja yang dianggap sebagai binatang paling dungu, tidak mau terperosok pada lubang yang sama. Artinya, dia mau belajar dari pengalaman. Masa kita yang adalah manusia yang selain memiliki otak juga akal, tidak bisa belajar dari pengalaman, dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama berupa berkirim hoax secara berulang?
Makanya, biasakan saring sebelum sharing, kaji sebelum bagi, kupas sebelum copas! Barokallahu lii wa lakum. Selamat menjalankan solat jumat. Wallahualam.