Rabu, 04 September 2024

Running Text Pengingat Waktu Shalat

Abdurrosyid Siddiq, MA

(Dewan Pakar ICMI Orda Kabupaten Tangerang)



Paus merupakan pemimpin umat Katolik tertinggi sedunia. Pekan ini dia berkunjung ke Indonesia. Salah satu misi dari kunjungannya adalah membawa pesan perdamaian bagi umat manusia.

Perdamaian itu ada dan diajarkan dalam tiap agama. Pada aspek inilah adanya kesamaan perintah agama-agama. Karenanya, kita tidak perlu resisten menerima pesan perdamaian, walau beda iman.

Perkara perdamaian bukan perkara aqidah, yang menjadi ciri khas masing-masing agama. Jadi, dalam aqidah tiap agama boleh berbeda, bahkan pasti berbeda. Namun dalam perkara muamalah, termasuk perdamaian, itu sama.

Kedatangan Paus ke Indonesia dengan membawa misi perdamaian, sebaiknya diterima dengan baik. Ketika Katolik mengajarkan perdamaian, pun dengan Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, juga Islam.

Tak perlu risau dengan kedatangan Paus. Kalau ada yang blingsatan atas kedatangannya, apalagi merasa khawatir dengan aqidahnya, itu menunjukkan ketidak-pedean terhadap keimanannya sendiri.

Sebaiknya, sebagai sesama umat beragama kita menyambutnya dengan baik. Shadaqta ahlan wa watha'na sahlan. Engkau telah kami anggap sebagai keluarga dan engkau singgah di kediaman kami dengan tentram dan tanpa kesulitan.

Untuk Paus, ahlan wa sahlan, wilujeng sumping, sugeng rawuh, siko lah, sajojo, rahajeng rauh, huanying, selamat datang di Indonesia, negeri yang warganya ramah, murah senyum, cinta damai, rukun dalam kebhinekaan, indah dalam keberagaman.

Setiap masuk waktu maghrib, beberapa stasiun televisi nasional menyiarkan kumandang azan. Biasanya, acara yang sedang ditayangkan berhenti untuk sementara, dan dilanjutkan ketika siaran kumandang azan selesai.

Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan dan penghargaan negara lewat regulasi terhadap umat Islam di Indonesia yang mayoritas, sebagai pengingat untuk melaksanakan solat. Hampir tidak ada acara serupa “breaking news" tersebut  bagi agama lain, yang rutin ditayangkan setiap hari.

Pekan ini Paus yang adalah pemimpin umat Katolik tertinggi sedunia berkunjung ke Indonesia. Salah satu agendanya selain bertemu dengan Presiden Joko Widodo, adalah menggelar misa yang akan diselenggarakan di Gelora Bung Karno Jakarta, pada Kamis, 5 September 2024.

Misa ini rencananya akan dihadiri oleh puluhan ribu umat Katolik yang berasal dari berbagai kota-kota dan daerah-daerah di Indonesia. Diperkirakan akan ada sekitar 80.000 orang yang hadir di GBK. Karenanya, aparat keamanan pun menerjunkan ratusan personilnya untuk menjaga acara agar berjalan dengan tertib dan lancar. Bahkan direncanakan akan ada rekayasa lalu lintas agar tidak macet dan semrawut.

Acara misa akan dilaksanakan pada pukul 17.00 WIB sampai 19.00 WIB, yang akan disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi nasional. Pastinya acara misa yang disiarkan secara langsung itu bersamaan dengan siaran kumandang azan di tengah acara.

Agar pesan misa yang disampaikan oleh Paus itu sampai secara utuh kepada umat Katolik di seluruh Indonesia, khususnya bagi mereka yang tidak bisa hadir langsung di GBK dan hanya dapat menyaksikan lewat tayangan televisi, tidak terpotong oleh tayangan pengingat waktu solat di televisi.

Karenanya, panitia penyelenggara bersurat ke Kemenag RI agar selama siaran langsung misa di GBK itu, tayangan azan di televisi -untuk kali ini saja- bisa diganti lewat cara cukup dengan running text. Sehingga dengan begitu, pesan-pesan misa bisa diikuti secara utuh oleh umat Katolik dari rumahnya masing-masing.

Atas permohonan ini, Kemenag RI menindaklanjutinya dengan menyampaikan hal itu ke Kementerian Kominfo, yang selanjutnya disampaikan kepada para pengelola stasiun televisi yang menyiarkan acara tersebut.

Jadi, perkara kumandang azan yang diganti dengan running text itu jangan didramatisasi! Bukan kumandang azan dari mesjid-mesjid dan mushola-mushola yang diganti. Apalagi dilarang. Tapi tayangan azan di televisi. Dan hanya untuk kali ini saja.

Rizal Fadillah seorang pemerhati politik dan keagamaan dari Bandung, dalam sebuah tulisannya dengan judul “Ngawur Bimas Katolik Ngurus Azan”, menyebutkan bahwa “Bimas Katolik yang ikut  mengatur-atur syariat umat Islam dinilai over dosis dan merusak kerukunan”.

Syariat umat Islam? Syariat umat Islam yang mana? Kalau mengumandangkan azan di mesjid dan mushola sebelum masuk waktu solat bisa jadi itu bagian dari syariat Islam. Namun menayangkan azan di televisi, itu adalah hasil kreasi dari regulasi. Regulasi yang dibuat rezim itu syariat kah?

Sekali lagi, jangan didramatisasi! Jangan membawa perasaan keberagamaan umat dengan narasi yang kurang tepat. Yang diminta itu bukan tidak mengumandangkan azan. Apalagi gegara narasi seperti tersebut ada umat yang memaknainya dengan “melarang azan  bersamaan dengan pelaksanaan misa Paus di GBK”. Pemaknaan yang tidak utuh.

Bahkan permohonan panitia itu sudah mengambil jalan tengah. Mereka tidak meminta untuk tidak menayangkan kumandang azan, di televisi. Sekali lagi, di televisi! Tapi memohon agar misa berjalan dengan "khusu", pengingat waktu solat maghrib masih bisa ditayangkan dalam bentuk running text.

Kalau mau ditelusuri lebih jauh, reaksi bernada penolakan itu, apakah semata karena jeda pengingat waktu yang diganti, atau karena siapa yang menjadi pengisi acara? Mengapa ketika acara MotoGP yang disiarkan secara live di televisi dan saat masuk waktu solat tidak ada jeda untuk kumandang azan, gaspol dan geber terus, umat tidak haliwu?

Tim MS Corner

About Tim MS Corner

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :