Senin, 29 Agustus 2016

TOLERANSI (DEMOKRASI) DI PILKADA BANTEN

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Banten tinggal dalam hitungan enam bulan lagi. Euphoria pesta demokrasi ini semakin terlihat di permukaan ketika para pendukung kandidat menunjukkan geliat eksistensinya di hadapan publik. Beragam cara dilakukan para pendukung kandidat, mulai dari melakukan gerakan di media sosial (medsos), sebar alat peraga spanduk, baligo dan sebagainya hingga muncul ke forum-forum meleburkan diri bersama masyarakat untuk melakukan persuasi kepada para pemilih. Semua itu adalah bagian dari upaya masing-masing pendukung untuk menjual dan mempromosikan kandidat yang diidam-idamkannya.

Namun ada sedikit yang mengganggu ketenangan publik, ketika para pendukung kandidat itu melakukan kampanye hitam (black campaign) atas lawan-lawan politiknya, atau melakukan aktivitas bullying di medsos, meneriaki mereka yang berbeda pilihan dengan kalimat-kalimat tak sepatutnya, merongrong orang-orang yang berbeda dengan pilihannya untuk tidak melakukan promosi dan menjual kandidatnya kepada publik. Semua itu hanya akan melahirkan kegaduhan politik, sama sekali tidak ada nilai edukasi untuk siapapun, kecuali para penista agama dan etika.

Mari di sini kita bicara tentang prinsip dan etika. Kedua bahasan itu melekat dalam sistem demokrasi yang sehat, dewasa dan berkualitas. Pilkada Banten 2017 mendatang adalah event yang dapat menerangkan bagaimana orang Banten dilihat dari sudut pandang kemapanan dalam berdemokrasi. Adalah Emmanual Levinas seorang filsuf terkemuka dari kalangan Yahudi yang memberikan pandangan soal etika politik. Bahwa di alam demokrasi kita, etika menjadi panglima tertinggi dalam membiasakan masyarakat berpikir maju dan modern. Jika suatu saat masyarakat Banten menganggap kompetisi di alam demokrasi adalah cara terbaik untuk menghasilkan seorang pemimpin, maka pada saat itulah lahir pemimpin-pemimpin yang kuat, berintegritas dan mementingkan nasib rakyat. Mereka adalah para kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur, mereka adalah pendukung Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, dan mereka adalah yang mengakui Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih nanti. Semuanya adalah pemimpin dalam kerangka etika politik.

Tradisi baru yang muncul saat ini dalam Pilkada Banten adalah perang dunia maya. Betapa gaduhnya jika kita saksikan peperangan yang dilakukan para pendukung kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur di media sosial. Kalimat provokasi selalu menjadi pembuka dalam setiap postingan, propaganda tidak henti-hentinya dilakukan pendukung kandidat untuk melemahkan musuh dan menguatkan dirinya, begitu seterusnya. Dan, yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah ketika cacian dan makian hilir mudik bergantian menyerang satu sama lainnya diantara pendukung kandidat tanpa ada makna sama sekali kecuali kepuasan nafsu karena telah menyerang musuhnya. Mengapa tidak lebih baik mereka memunculkan gagasan-gagasan brilian dari para kandidat yang didukungya dari pada melontarkan kalimat-kalimat tak enak dibaca oleh publik, atau mengapa mereka tidak menunjukkan semangat persatuan dan kesatuan para kandidat saja dalam berkompetisi di Pilkada Banten ini dari pada harus membuka pintu-pintu permusuhan. Semakin banyak terbuka pintu permusuhan, sesungguhnya semakin sulit perjuangan para kandidat berlaga, mereka seolah tidak menghiraukan demikian padahal mereka dalam keadaan sadar dan mafhum atas urusan itu.

Prinsip demokrasi adalah “toleransi”, etika politik adalah sikap tanggung jawab. Levinas mengutarakan konsep The Face dan The Other. The face adalah wajah kita, wajah personal, tentang kelakuan, dan tentang sikap (kepribadian). Ketika para pendukung masing-masing kandidat melakukan tindakan-tindakan abnormal yang mengganggu ketenangan orang lain disaat bersamaan mereka telah merusak personality kandidat yang didukungnya. Semakin brutal tindakan yang dilakukan semakin rusak persoanlity kandidat dimata publik. Maka dari itu, mari kita senantiasa memegang The Face sebagai wajah asli kita, tidak berpura-pura menjadi sosok penyerang. Apalagi di dunia maya, orang mudah melakukan tindakan pura-pura, membuat akun palsu menggunakan nama dan wajah (the face) dengan suka-suka dan bertindak suka-suka pula. The face akan melindungi personality kandidat jika ini dilakukan dengan bijaksana. Orang yang berpikir tentang kebaikan prilaku dan sikap dirinya, maka ia akan selalu menghitung tanggung jawabnya terhadap orang lain. Ketika seseorang melakukan tindakan yang tidak etis, konsekuensinya adalah ia tidak memiliki keberanian untuk mempertanggung jawabkan tindakannya kepada orang lain. Akun palsu yang bermunculan di medsos adalah bukti mereka tidak bertanggung jawab terhadap orang lain atas wajah aslinya.

Maka dengan demikian, tanggung jawab sebagai personal dalam hal ini adalah kunci keberhasilan bagi kandidatnya untuk mendapatkan simpati dari publik luas. Kemudian, prinsip demokrasi adalah toleransi. Saya mengatakan demikian karena hakikat demokrasi adalah musyawarah. Dalam bermusyawarah, masyarakat dianjurkan untuk mendasarkan pada hukum-hukum yang benar, baik hukum dalam konstitusi negara maupun hukum dalam agama (ideologi). Dengan prinsip ini, demokrasi kita akan sehat, dewasa dan berkualitas, karena mengandung unsur-unsur musyawarah. Toleransi sangat dibutuhkan dalam gelanggang Pilkada Banten ini, jika para kandidat mendoktrin para pendukungnya untuk menjaga nilai-nilai tolernasi diantara sesama kontestan, maka dapat dibayangkan terciptanya alam demokrasi yang tenang, santun dan berkarakter. Sikap toleransi dalam demokrasi ini akan menjadikan masyarakat Banten cerdas dalam memilih, dewasa dalam berdemokrasi. Maka masyarakat kita akan memiliki karakter yang super dalam demokrasi di Pilkada Banten 2017 ini.

Kemapanan berdemokrasi dalam Pilkada, bisa dimulai dari personality yang ditunjukkan para kandidat yang bersaing. Diantara mereka hendaknya tidak memancing para pendukungnya untuk bersikap emosional dan mengumbar nafsu politiknya di tengah-tengah kehidupan masyarakat desa. Masyarakat Banten ini hidup dalam nuansa desa, pengertiannya adalah hidup damai dalam ketenangan, ikatan persaudaraan yang kokoh, pengamalan nilai-nilai agama yang implementatif dan selalu berserah diri pada Tuhannya. Maka jangan sampai hanya karena persoalan syahwat nafsu politik yang buas dan emosi yang tidak terkontrol, kehidupan alam desa pecah menjadi kegaduhan masyarakat kota. Semoga harapan kita semua adalah sama, yaitu menginginkan lam demokrasi Pilkada Banten yang damai, tenang, santun dan bertoleransi diantara sesama.

Durarul Mudawaroh, SE (Wakil Presidium Majelis Perempuan Banten)

Tim MS Corner

About Tim MS Corner

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :